Jumat, 18 September 2009

PENDIDIKAN KITA....

CERDAS TAK HANYA DI ATAS KERTAS
Oleh Agil Pranutianingrum
Bahasa Inggris semester V

Masih ingat di memori kita sebuah film anak-anak yang membuat kita mengidolakannya? Taruhlah Conan Edogawa, detektif cilik dan imut dikenal kejeniusannya dalam mengungkap kasus pembunuhan di dunia fiksi. Atu kita lihat Kung Fu Boy, yang memiliki kecerdasan dlam mempelajari jurus kung fu yang diuraikan seilmiah mungkin. Dua tokoh fiksi tersebut ini memang hidup di dunia komik. Tapi penggemarnya di dunia nyata menggilai kecerdasannya.
Bukan rahasia, bila orang cerdas menjadi impian. Cerdas di sekolah identik dengan popularitas ataupun terkenal. Sudahlah pasti siswa cerdas menjadi sorotan dan syutingan baik dari siswa, guru maupun seluruh warga sekolah. Alasannya mungkin satu ini, yaitu siswa yang begini inilah yang akan menjadi aset berharga yang akan mengharumkan nama baik sekolah dengan seabreg prestasinya.
Namun cukupkah cerdas yang seperti uraian di atas? Sebab banyak sekali yang menganggap cerdas selalu berkaitan dengan langganan juara kelas, intelektual tinggi, jagu mengerjakan soal-soal rumit nan pelik seperti matematika, fisika, atau kimia. Sepertinya tidak perlu parameter lain contohnya saja pemaaf, penyabar, empati, suka menasehati, aktivis dakwah pada diri orang tersebut. Ukuran yang biasa digunakan oleh pihak sekolah, militer maupun tempat kerja yakni IQ alias Intelegencia Quetient (kecerdasan intelektual) yang di usung oleh Alfred Binet pada tahun 1857 sampai dengan 1911. Penilaian yang didasarkan pada skor perolehan dari jawaban seputar nalar dan logika untuk mengetes sejauh mana intelektual seseorang.
Perlu diketahui, ilmuan Eropa merasa hal tersebut terlalu sederhana ntuk dijadikan ukuran dari kecerdasan, untuk itu Daniel Golemen dengan bukunya Emotional Intelegence (EQ) memaparkan bahwa prosentase dari pengaruh IQ terhadap keberhasilan seseorang adalah 20% sedangkan yang 80% adalah faktor-faktor lain yang serumpun dengan kecerdasan emosional. Dapat digambarkan bahwa IQ mengangkat fungsi pikiran, maka EQ mengangkat fungsi perasaan. Maka perpaduan antara IQ dan EQ yang akan mensinergikan antara intelektual dan rasa manusiawi seseorang.
Apakah ada hal yang lain yang mempengaruhi kecerdasan seseorang? Tentu saja ada yakni SQ (Spiritual Quotient) atau kecerdasan spiritual. SQ merupakan gagasan dari Danah Zohar yang menuturkan bila IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), kemudian EQ bekerja ke dalam (telinga perasaan) kemudian SQ menunjukkan pada kondisi pusat diri. Maksudnya kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa seseorang. Oleh karena itu orang yang memiliki SQ yang tinggi mampu memaknai peristiwa dalam setiap kehidupannya dengan membangkitkan aura positif jiwanya baik itu penderitaan, tekanan, kesengsaraan, serta masalah.
Tak perlu minder bila IQ kita jongkok atau mungkin malah tiarap, asal kita menjadi cerdas dengan menonjolkan EQ dan SQ kita. Kekuatan dua hal tersebut mengangkat diri kita menjadi insan mulia di hadapan manusia maupun Robbul Izzati. Kedua kekuatan itu pula yang akan menyeret IQ berpihak pada kita karena kemampuan menguasai diri kita sendiri dan kemampuan melejitkan semangat diri. Sebab kekuatan ini berarti kesadaran pengawasan dari Tuhan, kesadaran ini tidak hanya sebuah wacana, melainkan motivasi untuk beramal melebihi motivasi yang dilahirkan dari materi, harta, popularitas, gengsi atau kepintaran.
Coba kita tafakuri, kita dianugerahi dua mata ini bukan hanya untuk sekedar melihat namun untuk memperhatikan. Kita dianugerahi dua telinga bukan hanya sekedar mendengar tetapi untuk mendengarkan. Kita dianugerahi perasaan bukan sekedar untuk merasakan akan tetapi menyadari. Yang ditakutkan ketika apa yang kita miliki, nikmat yang kita miliki ini menghilang dari kita atau hanya berkurang saja pasti akan terasa betapa nikmat itu sangat mahal.
Mari kita eksplorasi dan eksploitasi berbagai potensi dalam diri kita, meski sering kita lihat dalam kurikulum pendidikan yang ditekankan pada peningkatan intelektual. EQ siswa lambat laun terkikis oleh bebagai penanaman materi dan prestasi. Sekaligus SQ siswa yang tertimbun rapi diantara tumpukan ilmu yang bejibun. Lihat saja dua jam pelajaran agama dalam satu minggu terlihat sebagai formalitas dan pelengkap. Parahnya pelajaran agama hanya terbatas pada obrolan ibadah dan tak lebih hafalan sebelum ulangan dibanding pemahaman untuk dipraktikan.
Fakta yang ada apabila IQ tinggi tidak diikuti oleh perkembangan EQ dan SQ seperti kondisi negara kita saat ini. Berapa banyak kasus korupsi yang menjerat orang-orang berdasi, menjerat orang-orang berjas, menjerat orang-orang berkacamata dan bersepatu mengkilat. Apa mereka tidak sekolah? Oh mereka sekolah sampai perguruan tinggi. Apa mereka bodoh? Bukan, karena kebanyakan IP mereka lebih dari 3. Apa mereka miskin? Tidak benar, karena mereka menjinjing tas laptop di dalam mobil mewah. Lalu apa yang membuat mereka berbuat seperti itu? Jawabannya adalah mereka kaya IQ tapi miskin EQ dan SQ.
Maka kita cukup kagum dengan salah satu negara Asia di mana saat pelantikan petinggi negaranya menyiapkan 2 peti. Satu peti untuk koruptor dan satu peti untuk dirinya apabila dia korupsi. Atau kisah nyata dari Kepala Negara Korea yang baru saja bunuh diri terjun dari bukit karena tersangkut kasus korupsi. Semoga hal ini menjadi pelajaran bagi kita.
Untuk itu marilah kita wujudkan diri kita sebagai generasi muda yang kaya IQ lengkap dengan EQ sekaligus disempurnakan oleh SQ. Sudah pasti tidak perlu diragukan lagi akan menjadi generasi yang patut dibanggakan oleh siapa saja.

RAMADHAN........................

”RAMADHAN....???”

Ramadhan segera datang menghampiri, banyak reaksi dari jutaan wajah umat islam di dunia. Ada yang berekspresi gembira, ada yang sedih, ada yang jenuh atau biasa-biasa saja. Padahal seandainya kita paham begitu besarnya obral pahala Bulan Ramadhan tentu membuat kita memohon agar setiap bulan itu bulan Ramadhan, saking mulianya bulan Ramadhan. Kenapa mulia ya...?
1) Pintu syurga dibuka, pintu neraka dikunci
Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda, ” Apabila masuk bulan Ramadhan terbukalah pintu-pintu syurga dan terkuncilah pintu neraka manakala sekalian syaitan dirantai, dan dibuka segala pintu rahmat.” (HR Bukhari-Muslim)
2) Amalan sunah diberi pahala fardhu, amalan fardhu dilipatgandakan 70lipat.
Padahal di bulan ini banyak sekali amalan sunah yang kita kerjakan, kita menjadi rajin ibadah bahkan sunah-sunah sekalipun. Yang tidak pernah ke masjid akan berbondong-bondong ke masjid. Yang jarang tilawah Qur’an bisa tilawah satu hari satu juz. Yang kemarin tidak pernah bertegur sapa dengan tetangga sekarang menjadi ramah-tamah. Dan bila semua ini kita kerjakan maka pasti kita menuai pahala yang banyak.
3) Ampunan dari Allah
Dan hadist shohih Riwayat Bukhari Muslim disebutkan ”Siapa yang mengerjakan puasa bulan Ramadhan dengan keadaan beriman dan mengharapkan rahmat Allah ta’ala niscaya diampunkan bagi dosa-dosanya yang telah lalu”.

Dan masih banyak sekali keistimewaan bulan Ramadhan. Lalu apa yang harus kita lakukan....?Jawabannya adalah P-E-R-S-I-A-P-A-N. Persiapan yang dilakukan antara lain:
1) Persiapan Fisik
2) Persiapan Ilmu
3) Persiapan Akhlak
4) Persiapan Materi
Nah sekarang bagaimana nih agar kita sukses di bulan Ramadhan...? sayangkan bilan bulan mulia kita lewatkan dengan sia-sia? Agar sukses ingat bahwa Ramadhan itu:
1) Syahrut-Tarbiyah (Bulan Pendidikan)
Bulan ini kita dididik langsung oleh Allah SWT, seperti makan pada waktunya sehingga kesehatan kita terjaga. Kapan waktu makan, kapan waktu bekerja, kapan waktu istirahat dan kapan waktu ibadah. Jadi secara langsung Allah SWT membina kita untuk hidup disiplin.
2) Syahrul Jihad
Pada masa Rasulullah,justru peperangan banyak terjadi pada bulan Ramadhan dan itu semua dimenangkan kaum muslimin. Yang paling penting kita rasakan sekarang adalah kita berjihad melawan hawa nafsu sendiri, dengan Ramadhan ini Allah SWT memfasilitasi kita untuk berjuang mengekang hawa nafsu kita yang terkadang sulit bagi kita untuk mengendalikanya di luar bulan Ramadhan. Dengan demikian kita akan bersungguh-sungguh menjalankan aktifitas kita.
3) Syahrul Qur’an
Allah SWT berfirman : “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda …“ (QS. Al Baqarah : 185).
Al-Qur’an pertama kali diturunkan di bulan Ramadhan dan pada bulan ini sebaiknya kita banyak membaca dan megkaji kandungan Al-Qur’an sehingga kita paham dan mengerti perintah Allah yang terkandung di dalamnya.
4) Syahrul Ukhuwah
Pada bulan ini kita merasakan sekali ukhuwah diantara kaum muslimin terjalin sangat erat dengan selalu berinteraksi di masjid/mushala untuk melakukan shalat berjama’ah. Dan inilah salah satu moment yang tepat bagi kita untuk mengasah kepekaan sosial kita terhadap saudara – saudara kita yang kurang mampu. Oleh karena itu ada zakat yang Allah SWt khususkan untuk ditunaikan di bulan Ramadhan yaitu Zakat Fitrah.
5) Syahrul Ibadah
Bulan Ramadhan disebut juga dengan Bulan Ibadah karena pada bulan ini kita banyak sekali melakukan ibadah-ibadah sunnah disamping ibadah wajib seperti shalat Dhuha, Rawatib dan Tarawih ataupun Qiyamullail.
6) Syahrul Muhasabah (Bulan Evaluasi)
Dan terakhir, semua ibadah Ramadhan yang telah dilakukan tidak boleh lepas dari muhasabah atau evaluasi. Muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah kita perbuat dengan senantiasa menajamkan mata hati (bashirah), sehingga kita tidak menjadi orang yang selalu mencari-cari kesalahan orang lain tanpa mau bergeser dari perbuatan kita sendiri yang mungkin jelas kesalahannya. Semoga Allah SWT senantiasa menerima puasa kita dan amal shaleh lainnya dan mudah-mudahan kita raih cinta-Nya.

Mumpung belum terlambat, mari kita persiapkan kembali bekal kita untuk Ramadhan kali ini, siapa tahu ini adalah Ramadhan terakhir kita....

Laporan Maulid

”MAULID BUKAN SEKEDAR UNTUK DIINGAT”
Berita: Kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW
UKM KAJIAN ISLAMIC CENTER (KIC)
”Gusti kanjeng Nabi lahire ono Mekah
Dino Isnain rolas Maulud tahun gajah
Ingkang ibu asma Siti Aminah
Ingkang bapa asmanipun Sayyid Abdullah”



Syair lagu anak TPA di atas sederhana dan mudah dihafal, namum memiliki sarat makana pengenalan terhadap Rasulullah SAW. Sungguh ironi bila generasi muda saat ditanya tentang kelahiran Baginda Rasulullah tidak ingat atau bahkan tidak tahu.

Peringatan Maulid Nabi SAW STKIP PGRI yang diselenggarakan pada tanggal 20 Maret 2009 menjadi salah satu warna dalam sejarah perkampusan STKIP PGRI Ngawi. Peringatan berbeda dengan perayaan, sebab perayaan lebih dekat dengan kemewahan, hura-hura dan hal-hal mubadzir. Akan tetapi urgensi peringatan terkandung nilai pendidikan sejarah serta muhasabah tentang kejadian lalu untuk diambil ibrah. Tema yang diusungpun sangat menarik yaitu ”Membangun Intelegensi Mahasiswa Berfondasi Akhlakul Karimah”. Tema yang senada dengan harapan kampus yang nota bene berlatar belakang pendidik keguruan. Kita ingat istilah jawa ada istilah Guru yaitu digugu lan ditiru atau Guru kencing berdiri murid kencing berlari, ini gambaran kondisi betapa pentingnya akhlak bagi calon guru.
Acara yang diselenggarakan oleh Departemen Kerohanian BEM STKIP dengan kepanitian UKM KIC (Kajian Islamic Center) yaitu satu-satunya oraganisasi Rohis Kampus menampilkan sosok ustad yang kaya pengalaman yaitu Ustadz Heri Setiawan, Lc jebolan dari Universitas Cairo, Mesir.
Penjelasan tentang gambaran generasi muda harapan umat disampaikan secara gamblang, sederhana, mudah dicerna serta diselipi dengan humor yang ringan dan khas. Suasana di auditorium semakin akrab dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan dari Mahasiswa.
Pada dasarnya Rasul itu manusia biasa, maksudnya secara fisik atau lahiriyahnya. Tidak ada yang istimewa pada Muhammad SAW sebagai manusia, selain beliau adalah seorang Arab dari keturunan yang dimuliakan di tengah-tengah kaumnya. Di dalam QS 41:6 disebutkan, ”Katakanlah, Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kalian”. Namun yang membedakan beliau dengan semua manusia di muka bumi adalah ”AKHLAK”.
Dalam hadist diriwayatkan ”Sesungguhnya akhlak Rasul adalah Al Quran” (HR Ahmad). Inilah yang harus jadi renungan kaum generasi muda. Peringatan Maulid Nabi bukanlah suatu ritual yang diagung-agungkan akan tetapi jauh dari pada itu ”Keteladanan Rasulullah SAW” atas akhlak-akhlak yang beliau miliki.
Maulid Nabi harus kita raih maknanya, kita harus bisa mengopi paste sunah Rasul. Kita mengaku umat Muhammad, mengaku agama Islam namun cara kita berpakaian, bergaul, makan, minum, bersosial, beraktivitas jauh dari keteladanan Rasulullah, apa kata dunia dan akhirat....??? mari kita gapai predikat umat Islam lewat i’tibar Maulid Nabi.

”by KIC Crew”

Selasa, 04 Agustus 2009

Alhamdulillah Ramadhan Sebentar Lagi

Allahuma bariklanaa fi Rojabana wa Sya'bana, Wa balighnaa fi Ramadhan. Subhanallah akhirnya datang juga bulan Sya'ban. Apalagi tinggal menghitung hari kita akan mendapati bulan Ramadhan, bagi kita umat muslim haruslah kita bahagia?? Why? Karena kita akan masuk di suasana yang sangat kita tunggu-tunggu kehadirannya. Antum di manapun berada, kita anak KIC udah buat proker untuk kegiatan Ramadhan. Contonya kita punya agenda besar untuk Buka bersama plus nonton bareng ma anak Panti Asuhan se Kabupaten Ngawi.

Doakan moga lancar, tetep istiqomah di jalan-Nya, don't forget......!!

Rabu, 03 Juni 2009

PEREKRUTAN KIC

Perekrutan KIC

Hari Ahad, 31 Mei 2009 diselenggarakan perekrutan KIC. Perekrutan tersebut dilaksanakan di Alun-alun merdeka Ngawi pukul 07.00WIB.

Setelah dilaksanakan heregristasi kegiatan pun dimulai. Meski jumlah pesertanya tidak bagi kita bukan masalah. Kegiatan diawali dengan Pembukaan Perekrutan kemudian dilanjutkan dengan Ta'aruf KIC, selanjutnya diisi Tausyah Arti Penting Dakwah dan Ukhuwah dari Puskomda Madiun Raya oleh Akh. Anton. Diteruskan dengan kegiatan outbond hingga akhirnya diselingi Ishoma.
Acara berikutnya berupa Competency research, ini sebagai dasar penempatan pos-pos dari KIC. Hingga akhirnya kegiatan selesai pukul 15.30, dengan ucapan Hamdalah kegiatan tersebut ditutup.

Semoga perkrutan kali ini benar-benar mendapatkan kader-kader dakwah yang militan, yang akan benar-benar memperjuangkan Al Qur'an dan Sunah. Amiin.

Jumat, 29 Mei 2009

PEREKRUTAN KIC



PEREKRUTAN KIC
KAJIAN
ISLAMIC CENTER

Biaya Pendaftaran
Rp. 5.000,00
SYARAT PENDAFTARAN:
1. Mahasiswa- Mahasiswi STKIP PGRI Ngawi
2. Agama Islam
3. Punya Cita-Cita

Pelaksanaan :
Ø Ahad, 31 Mei 2009
Ø Tempat : Alun-Alun Merdeka Ngawi
Ø Pukul : 07.00 WIB
Ø Membawa Alat Tulis, Alat Sholat

DAPATKAN:
VITAMIN TUBUH (OUTBOND)
NUTRISI HATI (TAUSYIAH)
MAKAN SIANG
TEMAN-TEMAN YANG BAEK
Contact person:
Yani : 085 235 350 698 (B ing/IV A)
Agus Juwi: 085 749 111 212 (B Ing/IV A )

Kamis, 07 Mei 2009

MENYIKAPI HARDIKNAS 2009

Bismillahirrahmanirrahim......
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi antum, dan memberi inspirasi


PENDAHULUAN
Sebagai agen perubahan sosial, pendidikan Islam yang berada dalam atmosfir modernisasi dan globalisasi, dewasa ini dituntut untuk mampu memainkan perannya secara dinamis dan proaktif. Kehadirannya diharapkan mampu membawa perubahan dan kontribusi yang berarti bagi perbaikan ummat Islam, baik pada dataran intelektual teoritis maupun praktis.
Pendidikan Islam bukan sekedar proses penanaman nilai-nilai moral untuk membentengi diri dari ekses negatif globalisasi. Tetapi yang paling urgen adalah bagaimana nilai-nilai moral yang telah ditanamkan pendidikan Islam tersebut mampu berperan sebagai kekuatan pembebas (liberating force) dari himpitan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan sosial budaya dan ekonomi (Syafi’i Ma’arif). Kandungan materi pelajaran dalam pendidikan Islam yang masih berkutat pada tujuan yang lebih bersifat ortodoksi diakibatkan adanya kesalahan dalam memahami konsep-konsep pendidikan yang masih bersifat dikotomis; yakni pemilahan antara pendidikan agama dan pendidikan umum (sekuler), bahkan mendudukkan keduanya secara diametral.
Dari pendidikan Islam yang masih cenderung bersifat dikotomis yang selama ini terpisah secara diametral, yakni pendidikan yang hanya menekankan dimensi transendensi tanpa memberi ruang gerak pada aspek humanisasi dan liberasi dan pendidikan Islam yang hanya menekankan dimensi humanisasi dan liberasi dengan mengabaikan aspek transendensi. Dalam teori sosialnya Kuntowijoyo (alm) Ilmu Sosial Profetik.
PEMBAHASAN
Profetik berasal dari bahasa inggris prophetical yang mempunyai makna Kenabian atau sifat yang ada dalam diri seorang nabi1. Yaitu sifat nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal secara spiritual-individual, tetapi juga menjadi pelopor perubahan, membimbing masyarakat ke arah perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan penindasan. Dalam sejarah, Nabi Ibrahim melawan Raja Namrud, Nabi Musa melawan Fir’aun, Nabi Muhammad yang membimbing kaum miskin dan budak belia melawan setiap penindasan dan ketidakadilan. Dan mempunyai tujuan untuk menuju kearah pembebasan. Dan tepat menurut Ali Syari’ati “para nabi tidak hanya mengajarkan dzikir dan do’a tetapi mereka juga datang dengan suatu ideologi pembebasan”.
Secara definitif, pendidikan profetik dapat dipahami sebagai seperangkat teori yang tidak hanya mendeskripsikan dan mentransformasikan gejala sosial, dan tidak pula hanya mengubah suatu hal demi perubahan, namun lebih dari itu, diharapkan dapat mengarahkan perubahan atas dasar cita-cita etik dan profetik. Kuntowijoyo sendiri memang mengakuinya, terutama dalam sejarahnya Islamisasi Ilmu itu -dalam rumusan Kunto- seperti hendak memasukan sesuatu dari luar atau menolak sama sekali ilmu yang ada2. Dia mengatakan: “saya kira keduanya tidak realistik dan akan membuat jiwa kita terbelah antara idealitas dan realitas, terutama bagi mereka yang belajar ilmu sosial barat. Bagaimana nasib ilmu yang belum di Islamkan? Bagaimana nasib Islam tanpa Ilmu?. Dengan ungkapan seperti ini, Kuntowijoyo tidak bermaksud menolak Islamisasi ilmu, tapi selain membedakan antara ilmu sosal profetik dengan Islamisasi Ilmu itu sendiri, juga bermaksud menghindarkan pandangan yang bersifat dikotomis dalam melihat ilmu-ilmu Islam dan bukan Islam.
Secara normatif-konseptual, paradigma profetik versi Kuntowijoyo (alm) didasarkan pada Surar Ali-Imran ayat 110 yang artinya: “Engkau adalah ummat terbaik yang diturunkan/dilahirkan di tengah-tengah manusia untuk menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran dan beriman kepada Allah”.
Terdapat tiga pilar utama dalam ilmu sosial profetik yaitu; amar ma’ruf (humanisasi) mengandung pengertian memanusiakan manusia. nahi munkar (liberasi) mengandung pengertian pembebasan. dan tu’minuna bilah (transendensi), dimensi keimanan manusia. Selain itu dalam ayat tersebut juga terdapat empat konsep; Pertama, konsep tentang ummat terbaik (The Chosen People), ummat Islam sebagai ummat terbaik dengan syarat mengerjakan tiga hal sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut. Ummat Islam tidak secara otomatis menjadi The Chosen People, karena ummat Islam dalam konsep The Chosen People ada sebuah tantangan untuk bekerja lebih keras dan ber-fastabiqul khairat. Kedua, aktivisme atau praksisme gerakan sejarah. Bekerja keras dan ber-fastabiqul khairat ditengah-tengah ummat manusia (ukhrijat Linnas) berarti bahwa yang ideal bagi Islam adalah keterlibatan ummat dalam percaturan sejarah. Pengasingan diri secara ekstrim dan kerahiban tidak dibenarkan dalam Islam. Para intelektual yang hanya bekerja untuk ilmu atau kecerdasan an sich tanpa menyapa dan bergelut dengan realitas sosial juga tidak dibenarkan. Ketiga, pentingnya kesadaran. Nilai-nilai profetik harus selalu menjadi landasan rasionalitas nilai bagi setiap praksisme gerakan dan membangun kesadaran ummat, terutama ummat Islam. Keempat, etika profetik, ayat tersebut mengandung etika yang berlaku umum atau untuk siapa saja baik itu individu (mahasiswa, intelektual, aktivis dan sebagainya) maupun organisasi (gerakan mahasiswa, universitas, ormas, dan orsospol), maupun kolektifitas (jama’ah, ummat, kelompok/paguyuban). Point yang terakhir ini merupakan konsekuensi logis dari tiga kesadaran yang telah dibangun sebelumnya3.
Pendidikan Islam yang sekaligus sebagai bagian dari sistem pendidikan Nasional. Secara ideal, pendidikan Islam bertujuan melahirkan pribadi manusia seutuhnya. Dari itu, pendidikan Islam diarahkan untuk mengembangkan segenap potensi manusia seperti; fisik, akal, ruh dan hati4. Segenap potensi itu dioptimalkan untuk membangun kehidupan manusia yang meliputi aspek spiritual, intelektual, rasa sosial, imajinasi dan sebagainya. Rumusan ini merupakan acuan umum bagi pendidikan Islam, yang akhir tujuannya adalah pencapaian kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Dalam pengertian yang lebih luas, pendidikan Islam ingin membentuk manusia yang menyadari dan melaksanakan tugas-tugas ke-khalifahan-nya dan terus memperkaya diri dengan khazanah ilmu pengetahuan tanpa batas serta menyadari pula betapa urgentnya ketaatan kepada Allah SWT sebagai Sang Maha Mengetahui dan Maha Segalanya. Dalam Surat Al-Baqarah disebutkan pada ayat: 269 yang artinya: ”Tidaklah berdzikir kecuali ulul albab”. Disini, ada proposional antara dzikir dan fikr dalam sebuah cita-cita pendidikan Islam. Artinya, hakikat cita-cita pendidikan Islam adalah melahirkan manusia-manusia beriman dan berilmu pengetahuan, yang satu sama lainnya saling menunjang (S.S, Husein dan S.A, Ashraf: 1979).
Dalam mewujudkan cita-cita pendidikan Islam, muncul berbagai problematika dalam pendidikan Islam. Diantaranya krisis dalam pendidikan Islam karena muncul adanya Dikotomi epistemologi antara Ilmu agama (akhirat) dan ilmu umum (dunia), antara Ilmu modern barat dan Ilmu tradisional Islam. Selain itu, disebabkan pula oleh sistem pendidikan Islam yang hanya dilaksanakan untuk memenuhi tuntutan yang bersifat formal dan mengabaikan idealisme yang mencerminkan proses-proses pemenuhan tugas-tugas kemanusiaan. Indikasi tersebut cukup jelas, dengan terlihat munculnya dua tipologi pendidikan Islam yakni, Pendidikan Islam tradisional dan Pendidikan Islam modern.
Pada dasarnya tujuan umum pendidikan Islam, menurut Prof. M. Athiyah Al-Abrasyi menyimpulkan lima tujuan umum yang asasi. Diantaranya yaitu; Pertama. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia5. Bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, dan untuk mencapai akhlak sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya. Kedua, persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan diakhirat. Pendidikan Islam menaruh penuh untuk perhatian kehidupan tersebut, sebab memang itulah tujuan tertinggi dan terakhir pendidikan. Ketiga, persiapan untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Islam memandang, manusia sempurna tidak akan tercapai kecuali memadukan antara ilmu pengetahuan dan agama, atau mempunyai kepedulian (concern) pada aspek spiritual, akhlak dan pada segi-segi kemanfaatan. Keempat, menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui (co-riosity) dan memungkinkan untuk mengkaji ilmu sekedar ilmu6. Kelima, menyiapkan pelajar dari segi profesional.
Pendidikan yang berwawasan kemanusiaan mengandung pengertian bahwa pendidikan harus memandang manusia sebagai subjek pendidikan. Oleh karena itu, starting point dari proses pendidikan berawal dari pemahaman teologis-filosofis tentang manusia, yang pada akhirnya manusia diperkenalkan akan keberadaan dirinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi. Pendidikan yang berwawasan kemanusiaan tidak berpretensi menjadikan manusia sebagai sumber ikatan-ikatan nilai secara mutlak (antroposentris), karena di Eropa pada abad pertengahan menjadikan ilmu murni dan teknologi teistik justru membawa malapetaka di abad modern ini, dimana kepribadian manusia menjadi terpisah-pisah di dalam jeratan dogma materialisme yang mengaburkan nilai kemanusiaan. Padahal pendidikan itu sarat akan nilai dan harus berarsitektur atau landasan moral-transendensi.
Jika kegagalan pendidikan dalam rangka memaksimalkan peran profetiknya karena tidak dapat menempatkan manusia sebagai subjek pendidikan dalam setting teologis-filosofis. Jadi bukan sebagai objek pendidikan, yang menurut Paulo Freire dikatakan sebagai konsep bank7. Oleh karena itu, pendidikan harus kembali pada missi profetik, yaitu memanusiakan manusia (Humanisasi), berijtihad / pembebasan (liberasi), dan keimanan manusia (transendensi).
PENUTUP
Pendidikan pada hakekatnya merupakan pross memanusiakan manusia (humanizing human being). Karena itu, semua treatment yang ada dalam praktek pendidikan mestinya selalu memperhatikan hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan dengan fitrah, sebagai mahkluk individu yang khas, dan sebagai mahluk sosial yang hidup dalam realitas sosial yang majemuk. Untuk itu, pemahaman yang utuh tentang karakter manusia wajib dilakukan sebelum proses pendidikan dilaksanakan. Namun demikian, dalam realitasnya banyak praktek pendidikan yang tidak sesuai dengan missi tersebut.
Kenyataan bahwa proses pendidikan yang ada cenderung berjalan monoton, indoktrinatif, teacher-centered, top-down, mekanis, verbalis, kognitif dan misi pendidikan telah misleading. Tidak heran jika ada kesan bahwa praktek dan proses pendidikan Islam steril dari konteks realitas, sehingga tidak mampu memberikan kontribusi yang jelas terhadap berbagai problem yang muncul. Pendidikan (khususnya agama) dianggap tidak cukup efektif memberikan memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah. Karena itu, banyak gagasan muncul tentang perlunya melakukan interpretasi dan reorientasi, termasuk melakukan perubahan paradigma dari praktek pendidikan yang selama ini berjalan.
Pendidikan harus dimaknai sebagai upaya untuk membantu manusia mencapai realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaannya. Dengan pengertian ini, semua proses yang menuju pada terwujudnya optimalisasi potensi manusia, tanpa memandang tempat dan waktu, dikategorikan sebagai kegiatan pendidikan. Sebaliknya, jika ada praktek yang katanya disebut pendidikan ternyata justru menghambat berkembangnya potensi kemanusiaan dengan berbagai bentuknya, maka ini justru bukan praktek pendidikan. Hanya saja, harus disadari bahwa memang ada perbedaan metode atau strategi antara satu dengan lainnya, namun mestinya perbedaan tersebut hanya sebatas teknis pelaksanaan, bukan pemaknaan tentang pendidikan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Rosyadi Khoiron, “Pendidikan Profetik”, Pustaka Pelajar, Cet. I, 2004, Yogyakarta
Shofan Mohammad “Pendidikan Berparadigma Profetik (Upaya Konstruktif Membongkar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam)”, IRCiSoD bekerjasama dengan UMG Press, Cet. I , 2004, Yogyakarta
Kuntowijoyo (Alm), “Muslim Tanpa Masjid”, Bandung: Mizan, 2001
Banawi Imam, “Segi-segi Pendidikan Islam”, Al-Ikhlas, 1987, Surabaya